Google

Friday, October 10, 2008

MANAJEMEN STRATEGIS KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Buku ini sangat dianjurkan untuk dimiliki para Kepala Sekolah, karena dalam buku ini seorang kepala sekolah diajak memiliki perspective ke depan, dan disadarkan bahwa paradigma pendidikan telah berubah, serta dinamikanya dalam level “detik perdetik”.
Tentunya tidak semua isi buku menjadi acuan baku, namun dengan membaca buku akan mempu membuat bandingan, bahkan akan membuat seorang-orang melakukan sitesis yang cerdik.
Buku ini merupakan terjemahan dari buku yang berjudul : Leadership And Strategic Management in Education, buah karya Tony Bush & Marianne Coleman.
Dengan tekanan manajemen strategis itu yang dapat dicerna dari isi buku ini, kemudian dibentangkan pula Perencanaan Pengembangan dan Perencanaan Strategis dalam Pendidikan.
DataBuku
JUDUL: Manajemen Strategis Kepemimpinan Perndidikan
PENULIS: Tony Bush & Mariane Coleman--Farurrozi[Penterjemah]
PENERBIT: IRCiSoD. Jl. Nogorojo No. 208-C Gowok Yogyakarta 55281. Telp. [0274] 7418727
CETAKAN: pertama Mei 2006
ISBN: 979-963-258-X
TEBAL: 241 hlm.

Monday, September 29, 2008

MENJADI KEPALA SEKOLAH EFEKTIF

Karya Guru Pondok Pesantren Al-Quraniyah Manna Bengkulu Selatan



Jika budaya menulis di kalangan guru digerakkan, dan mungkin lebih dari itu, guru selalu membuat buku, barngakali tak mustahil pendidikan di Indonesia akan menjadi suar bagi aktivitas berbangsa dan bernegara. Karena enggan menulis itu, guru dipandang sebelah mata, dan ini logis, karena indicator yang paling mungkin dan mudah dilihat jika seoranmg guru berkarya dalam bidang tulis menulis. Guru harus malu mengatakan, bahwa saya tidak pernah membuat buku. Tapi sebaliknya harus membaggakan dirinya jika seorang guru telah melahirkan sebuah buku.
Kini guru hanyalah sebagai penonton, dan tidak pernah menjadi pemain, hanyalah obyek semata, bahkan lebih nista menjadi buruh penjualan buku.
Ada sebuah ide cerdas, seorang guru yang menjadi kepala sekolah harus memenuhi syarat membuat buku. Sehingga di negeri yang telah teken kontrak dalam “Pembukaan Undang-undang dasar-nya, sebagai negara yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa “, sangat sulit menemukan guru yang tidak menulis buku.
“Kafe Guru”, menemukan karya tulis eorang guru, Abdullah Munir. Seorang guru tulen yang mengabdi di Pondok Pesantren Al-Quraniyah Manna-Bengkulu Selatan.
Ustads yang kelahiran Jombang ini, setika Studi di Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Bengkulu kerjasama dengan Universitas negeri Jakarta [2006], Melalui tesisnya ketika melanjutkan studi magister itu lahir sebuah buku
Data Buku :
JUDUL: Menjadi Kepala Sekolah Efektif
PENULIS: Abdullah Munir
PENERBIT: Ar-Ruzz Media. Modinan Sambilegi No. 194 Maguwoharjo, Depok, Slemen, Yogyakarta. Telp. [0274] 4332223. E-mail : arruzzwacana@yahoo.com
CETAKAN : I—September 2008
ISBN: [10] 979-25-4506-9
ISBN: [13] 978-979-25-4506-7
TEBAL: 124 hlm, 14 x 21 cm


SARING—Sadapan Ringkas

Kepala sekolah harus memfungsikan perannya secara maksimal dan mampu memimpin sekolah dengan bijak dan terarah serta mengarah kepada pencapaian tujuan yang maksimal demi meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah. Karena itu, kepala sekolah harus mempunyai wawasan, keahlian manajerial, mempunyai kharismatik kepemimpinan, dan juga, pengetahuan yang luas tentang tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah. Dengan kemampuan yang dimilki seperti itu, kepala sekolah tentu akan mampu mengantarkan dan membimbing segala komponen yang ada di sekolahnya dengan baik dan efektif menuju ke arah cita-cita sekolah.
Tulisan yang diungkan dalam buku ini :
Secara terperinci, kajian diarahkan untuk mengungkap terhadap tiga permasalahan. Pertama, apakah terdapar hubungan antara kinerja kepala madrasah dengan kepuasan kerja guru Madrasah Aliyah Negeri kabupaten Bengkulu Selatan?; Kedua, apakah terdapat hubungan antara komunikasi antar pribadi kepala madrasah dengan kepuasan kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Bengkulu Selatan?; dan Ketiga, apakah terdapat hubungan antara kinerja kepala madrasah secara bersama-sama dengan kepuasan kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Bengkulu Selatan?

Thursday, September 18, 2008

HINDARI IDOLA PYGMALION UNTUK ANAK “SLOW LEARNER “

Idealitas manusia terkadang menjadikan semua yang dilihatnya haruslah sempurna, citra pandang ini telah berkembang seusia kehidupan manusia itu sendiri. Ternyata pandangan ini juga merasuk pada hampir semua orangtua, yang mengharapkan anaknya memilki kesempurnaan. Fenomena inilah yang disebut pula sebagai pandangan prefeksionis, bila ini terjadi, apalagi telah melalui proses internalisasi, maka seorang-orang akan beranggapan bahwa semuanya harus sempurna. Gejala ini bisa disebut sebagai pathologi social, sebuah penyakit yang beranggapan bahwa kesempurnaan itu pasti terjadi. Lebih parah lagi manakala anggapan para orang tua dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka yang dibidikkan pada anak-anak adalah keharusan sempurna. Rangking dalam kelas, nilai rapor harus baik, dan nilai-nilai lain yang berlebelkan juara harus direbutnya, kenyataan tentunya tidak selalu sejalan dengan harapan, karena manusia sejak lahir memiliki segudang varian..
Dalam kehidupan, sebuah fenomena yang tak terpatahkan adalah realitas itu sendiri, bahwa anak-anak memiliki perbedaan yang khas, psikis maupun fisiknya. Beberapa anak masuk ke dalam kategori “super learner” dan ditaburi segenap kecerdasan, sisi lain terdapat yang “slow learner”, dengan multi keterbatasan. Karena perbedaan inilah, seharusnya orang tua menghapus stigma negatif bahwa semuanya harus sempurna, namun harus dikembalikan kepada fitrah anak sebagai subyek pendidikan.
Idealitas inilah yang disebut dengan Pygmalion, yakni idea yang berawal dari kegundahan seorang yang menginginkan kesempurnaan.

Pygmalion Versus Realita
Pygmalion adalah kisah klasik Yunani, menvisualisasikan seorang pematung yang sangat mendabakan kesempurnaan, karena berlebihan menjadikan pematung ini prefeksionis. Melalui kepiawaiannya mengantarkan pematung ini melahirkan karya yang nyaris sempurna yakni sebuah patung perawan nan jelita, diberilah nama patung ciptaan itu Galatea. Kerena sikap dan karakter yang prefeksionis inilah, maka memunculkan sebuah idola sesat, bahwa tidak ada wanita dunia yang sempurna kecuali patung yang dibuatnya. Menurut Pygmalion hampir semua wanita penuh dengan sisi negatif, oleh karenanya ia tidak mau menerima siapapun yang tidak sesuai dengan citranya sendiri. Inilah suatu gambaran bahwa pygmilon adalah seorang yang sulit menerima realitas karena didalam realitas terdapat varian ketidaksempurnaan. Sebaliknya, pygmalion beranggapan bahwa dirinya paling sempurna dan benar, kecenderungan ini membuatnya untuk manarik diri dengan setumpuk khayalan, dan enggan hidup secara realistis ditengah kehidupan. Kisah ini selanjutnya lahir sebagai terminologi bila sikap seorang cenderung prefeksionis.
Kita tidak mungkin mampu mengelak, bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita sering terjangkit penyakit pygmalion ini, yakni sulit menerima padangan orang lain.
Tentunya keadaan sangat naif, karena realitas sosial tidak pernah memberikan ruang gerak kepada perilaku pygmalion ini. Karena dengan mengunggulkan idola ini akan mengkreasi sebuah dampak negatif berupa pemikiran-pemikiran otopis, sehingga pada akhirnya akan terjebak pada pembenaran-pembenaran yanng sulit diterima oleh akal sehat manusia. Akan lebih parah manakala idola sesat ini merasuk dunia pendidikan kita. Karena idola ini akan masuk secara tidak langsung, dan mendapatkan dukungan sistem, maka bersemailah pandangan ini, dan akhirnya mengelabuhi cara pandang kita yang logis dan benar.

Pgymalion virus yang mencekeram orangtua didik.
Ketika idola ini menjangkiti orangtua didik, maka semangat menjadikan anaknya harus mampu berkompentensi dengan temannya adalah hal yang bagus, senyampang masih dalam lingkup yang dapat diterima akal. Begitu berubah menjadi kepentingan yang mania, maka orang tua didik akan tumpul akal sehatnya dan teralienasi terhadap realita yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan pada kita, bahwa realitas sosial memiliki dimensi yang sangat varian, termasuk karakter anak. Anak terlahir sebagai manusia memiliki berbagai kepribadian [personality traits], kemampuan pisik maupun psikis dengan kadar yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang harus dijadikan sebagai pangkal tolak perhatian, sehingga orang tua dapat menerima anaknya dengan proporsional. Penghargaan kepada anak untuk meraih sukses sesuai dengan fitrahnya harus dikedepankan, untuk anak yang digolongkan memiliki kemampuan tinggi maka level harapan menyesuaikannya adalah kewajaran. Sebaliknya akan menjadi catatan besar apabila anak pada tataran lambat belajar [Slow Learner]. Anak yang lambat belajar akan lebih banyak menyita waktu dan segenap perhatian, dan selalu berupaya untuk tidak melakukan pembandingan-pembandingan. Anak yang menderita gejala lambat belajar, memerlukan penyadaran citra dirinya, mengenal dirinya, sehingga dalam dirinya akan menemukan rekayasa-rekayasa diri. Upaya tersebut akan cepat teratasi bila situasi kondusif diawali dari lingkungan keluarga. Keluarga tidak melakukan atau menutup diri apabila memiliki anak yang menderita lambat belajar, dari kebanyakan orang. Dengan membuka diri maka anak akan tidak terasing dari dunianya, serta akan mendapatkan efek sosial dalam bentuk alih nilai-nilai, ataupun alih pengetahuan, walaupun sifatnya masih elementer. Khusus anak yang menderita lambat belajar harus dijauhkan dari sikap orang tua yang mania juara, apalagi memaksakan kehendak, sehingga anak-anak tidak menjadi dirinya sendiri. Ini sangat bertentangan dengan strategi mengatasi lambat belajar. Akan lebih runyam bila orang tua sudah terjangkit Pygmalion dan berasumsi bahwa puteranya sempurna, sehingga terjadi pemaksaan fitrah. Dampak dari pemaksaan ini, maka terjadi reaksi-reaksi yang secara simultan akan memperburuk perilaku sosialnya.

Konstruktivistik akan mengkikis sikap pygmalion :
Sikap pygmalion yang berasumsi kesempurnaan ini, ternyata dinegasi oleh paradigma baru pendidikan yang bercorak konstruktivistik. Sikap pygmalion yang cenderung tidak menempatkan anak pada fitrahnya, segera terkikis bila orang lebih dekat dengan paradigma konstruktivistik. Konstruktivistik menganjurkan pendidikan melihat permasalahan dengan memilah-milah, dan menghindari keseragaman. Seperti kemampuan anak dipandang tidak pada umumnya, namun dilihat sesuai dengan kapasitas dan citra dirinya. Paradigma ini memberikan penghargaan yang luar biasa terhadap bawaan individu, sehingga individu menjadi referensi utama dalam pendidikan. Slow learner harus dikembangkan melalui citra diri, dengan memerankan citra diri sebagai kunci sukses. Setelah anak didik mengenal kelebihan dan kekurangannya secara dini, maka transfer nilai-nilai dikembangkan.
Sikap keseragaman menurut konstruktivistik menjebak pendidikan kearah sentralistik, yang kadang-kadang terkooptasi oleh kepetingan-kepetingan tertentu.
Tangungjawab bersama dalam mencermati slow learner ?
Kita sering melihat beberapa indikator seperti kesulitan membaca [dyslexia] dibarengi kesulitan menulis [dysgraphia], yang dialami anak-anak. Melihat kenyataan ini sikap pygmalion orang tua melakukan otoritasi yang berlebihan, tanpa memperhatikan keaadaan yang sebenarnya. yang lebih penting anak-anaknya harus sempurna. Beberapa formula pengentasan dilakukan, jadwal dengan rigit dipasang, akhirnya anak dengan derita lambat belajar, seakan-akan dimasukkan dalam penjara pendidikan. Kira-kira dampak yang timbul sudah dapat diperkirakan, yakni energi yang seharusnya terpusat pada pembelajaran diri, dialihkan kepada reaksi-reaksi bela diri.
Seperti halnya pada anak yang slow learner maka seharusnya diperlukan wahana untuk melukukan pengetasan, dengan melibatkan energi yang penuh. Mensinergikan beberapa ahli, yang lebih penting lagi adalah tersedianya wahana pendidikan yang khusus, dan diimbangi dengan curriculum yang lebih cermat.
Tangan dingin pemerhati pendidikan yang cederung nirlaba lebih utama diberikan kesempatan, dan pemerintah memberikan situasi kondusif. Sedangkan kontribusi orangtua hanyalah menjauhi idola sesat pygmalion.

Friday, September 12, 2008

HAKIKAT GURU-HAKIKAT BELAJAR-HAKIKAT PENDIDIKAN

Memahami segala sesuatu secara “serampangan” atau sekenanya, akan berkonsekuensi pada pengambilan keputusan yang sekenanya. Artinya keputusan yang sekenanya mengandung ketidakpastian [uncertainty]. Sebaliknya jika kita itu melihat secara komprehensif, holistic, maka keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang bulat dan utuh, konsekuensinya keputusan tersebut dijamin tingkat keakurasiannya dan menuju ke ranah kepastian [certainty].
Memahmi sesuatu itu harus secara radical [seakar-akarnya], dengan kata lain melihat “hakikatnya”.
Dikaitkan dengan dunia pendidikan, kafe ini akan menyadap tulisan sebagian kecil dari buku besar karya. T. Raka Joni. Tulisan itu berada pada halaman 181, [Resureksi Pendidikan Profesional Guru]
Sadapan itu terkait terminologi dari hakikat-hakikat yang berkaitang dengan dunia pendidikan. Adapun sadapan itu berkaitan dengan:
  • Hakikat Manusia
  • Hakikat Masyarakat
  • Hakikat Pendidikan
  • Hakikat Subyek didik
  • Hakikat Guru
  • Hakikat Belajar mengajar
  • Hakikat Kelembagaan

HAKIKAT MANUSIA:

  1. Manusia sebagai mahkluk Tuhan mempunyai kebutuhan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Manusia membutuhkan lingkungan hidup berkelompok untuk mengembangkan dirinya
  3. Manusia mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan dan kebutuhan-kebutuhan materi dan spiritual yang harus dipenuhi
  4. Manusia itu pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat mendidik dirinya sendiri

HAKIKAT MASYARAKAT:

  1. Kehidupan bermasyarakat berladaskan system nilai-nilai keagamaan, social dan budaya yang dianut warga masyarakat; sebagian daripada nilai-nilai tersebut bersifat lestari dan sebagian lagi terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi
  2. Masyarakat merupakan sumber nilai-nilai yang memberikan arah normative kepada pendidikan
  3. Kehidupan bermasyarakat ditingkatkan kualitasnya oleh insan-insan yang berhasil mengembangkan dirinya melalui pendidikan

HAKIKAT PENDIDIKAN

  1. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subyek didik dengan kewibawaan pendidik
  2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subyek didik menghadapi; lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang cenderung semakin pesat
  3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat
  4. Pendidikan berlangsung seumur hidup
  5. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya

HAKIKAT SUBYEK DIDIK

  1. Subyek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup
  2. Subyek didik memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis, yang berbeda-beda sehingga masing-masing subyek didik merupakan insan yang unik
  3. Subyek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang menusiawi
  4. Subyek didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya

HAKIKAT GURU

  1. Guru merupakan agen pembaharuan
  2. Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat
  3. Guru sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subyek didik untuk belajar
  4. Guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subyek didik
  5. Pendidik tenaga kependidikan dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subyek didiknya
  6. Guru bertanggung jawab secara professional untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya
  7. Guru menjujung tinggi kode etik professional.

HAKIKAT BELAJAR-MENGAJAR:

  1. Peristiwa belajar-mengajar terjadi apabila sebyek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru
  2. Proses belajar-mengajar yang afektif memerlukan strategi dan media/teknologi pendidikan yang tepat
  3. Program belajar-mengajar dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu system
  4. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar
  5. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengintegrasian fungsional antara teori dan praktik serta materi dan metodologi penyampaiannya
  6. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap, mulai dari pengenalan medan, latihan ketrampilan terbatas, sampai dengan pelaksanaan dan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara utuh dan actual
  7. Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan professional adalah pendemonstrasian penguasaan kompetensi
  8. Materi pengajaran dan system penyampaiannya selalu berkembang

HAKIKAT KELEMBAGAAN:

  1. LPTK merupakan lembaga pendidikan professional yang melaksanakan pendidikan tenaga kependidikan dan pengembangan ilmu dan teknologi kependidikan bagi peningkatan kualitas kehidupan
  2. LPTK menyelenggarakan program-program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik kualitatif maupun kuantitatif
  3. LPTK dikelola dalam suatu system pembinaan yang terpadu dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan
  4. LPTK memiliki mekanisme balikan yang efektif untuk meningkatkan kualitas layanannya kepada masyarakat secara terus menerus
  5. Pendidikan pra-jabatan guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK dan Sekolah-sekolah pemakai [calon] lulusan

Tuesday, September 2, 2008

PENDIDIKAN YANG MENYEBALKAN

Kata sinis yang din jadikan judul buku ini, jika dicermati lebih dalam punya maksud mulia, kata menyebalkan diartikan sebagai bentuk lecutan, buktinya isi buku ini adalah sebuah konsepsi cerdik tetantang pendidikan.
Kenyataan yang pahit di ranah pendidikan memang bukan sekedar diratapi, namun perlu didinamisasi, buku karya M.Nurdin sengaja mengambil peran mendinamisasi lewat tulisan-tulisannya. Kecermatan membidik permasalah menjadikan buku ini segar ketika melucuti simpul-simpul yang mengingat problematic pendidikan. Kini dengan kekuatan cerdas itu mampu memberikan pencerahan atas kreativitas yang jalan di tempat.
Buku yang dironce dari 15 artikel ini, disamping memotivasi siapa saja yang bergelut di dunia pendidikan, sekaligus memberikan kritik tajam.
Data buku:
JUDUL : Pendidikan yang Menyebalkan
PENULIS: M. Nurdin
PENERBIT: AR-Ruzz. Jl. Anggrek 97 A Sambnilegi Lor RT.04 RW 57 Mangunhardjo, Depok Sleman Jogjakarta Telp.[0274]. 7482086. 0816.4272.234,. E-mail : arruzzwacana@yahoo.com
ISBN: 979-3417-101-8
CETAKAN: 1- Agustus 2005
TEBAL :128

Sadapan sepintas:

Dalam buku ini terdapat artikel yang sangat istimewa, disamping dapat menggugah pemahaman, khalayak baca mungkin juga bisa salah tafsir. Judul artikel itu “ Guru Subversif”. Artikel ini menganjurkan guru untuk bertindak “subversive”, yang dimaksud bukan berperilaku melawan Negara, alias guru bertindak berlebihan untuk berperan aktif dalam meningkatan kehidupan awal manusia lewat pendidikan.
Sebagai ujung tombvak pendidikan, dalam menjalankan profesinya guru tidak hanya cakap dalam menyampaiakan ilmu pengetahuan, tetapi harus membebaskan anak didik dari kebodohan menuju kecerdasan, dari ujung yang kurang bermoral kepada yang beradab.
Guru subversive adalah guru yang tidak hanya terjebak pada rutinitas pasal-pasal kaku, tetapi juga guru yang mempunyai visi jauh ke depan, atau visioner.
Selanjutnya buku ini juga mensitir pendapat Barbara Brown yang isinya antara lain:


  1. Visualizing. Guru visioner mempounyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan kapan hal itu akan dicapai

  2. Futuristic Thinking. Guru Visioner tidak hanya memikirkan kondisi saat ini, tetapi juga memikirkan kondisi yang diinginkan pada masa yang akan datang

  3. Showing Fore sign. Guru Visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertyimbangkan aapa yang ingin dilakukan, tetapi juga mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi, dan factor lain yang dapat mempengaruhi rencana

  4. Proactive Planning. Guru Visioner menetapkan sasaran dan startegi yang spesifik agar bisa mencapai sasaran tersebut dengan baik serta mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan berbagai rintangan potensial dan melakukan pengembangan rencana darurat untuk menanggulangi hambatan

  5. Creative Thingking. Guru visioner dalam menghadapi tantangan berusaha mencari alternative pemecahannya dengan memerhatikan isu, peluang, dan masalah

  6. Taking Risk, Guru visioner berani mengambil risiko sekecil apapun, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukanya sebuah kemunduran

  7. Processing Alignment. Guru Visioner mampu menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi

  8. Coalting Alignment. Guru Visioner sadar bahwa dalam rangka mencapai tujuan, dia harus bekerja sama dalam menciptakan hubungan yang harmonis, baik kedalam maupun keluar

  9. Continuous Learning. Guru visioner selalu mampu mengikuti pelatihan dan pendidikan secara teratur, dalam rangka mengembangkan profesionalitas dan memperluas pengethauna, serta memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi

  10. Embracing Change. Guru Visioner tahu bahwa perubahan adalah suatu bagian terpenting bagi pertumbuhan dan pengembangan kemampuan dirinya. Ketika ada perubahan yang dinginkan atau yang tidak diantisipasi sebelumnya, guru visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat ari peerubahan tersebut.

Friday, July 18, 2008

CITA = “PGRI-NYA” CAMBODIA

MENGENALKAN ORGANISASI GURU CAMBODIA:
CITA itu adalah organisasi Guru yang sama dengan PGRI, CITA singkatan dari Cambodian Independentt Teachers, Association. Adalah organisasinya Guru termasuk organisasai non pemerintas, kalau di Indonesia terkategori LSM. Berdiri pada Maret 2000 dan telah mendapatkan pengakuan dari Kemeterian [The Interior Ministry], No. 739, Bulan Juli Tahun 2001. Menjadi anggota EI—Education International, sejak bulan Juli 2001

TUJUAN ORGANISASI
Tujuan CITA, adalah:
Mengedepankan solidaritas Guru-guru di negeri Cambodia serta sangat menghidari pembedaan ras, warna kulit, usia, agama dan opini politik
Membantu memperbaiki kualitas pendidikan dan mengarahkan kepada citarasa pendidikan untuk semua
Membantu dengan melindungi, aspek finasial, emotional dan psikologi guru serta memberikan dukungan apabila mengahadpi berbagai kesulitan
Pemperbaiki standar hidup Guru serta menjembatani negosiasi dengan pemerintah untuk menaikkan pendapatan/gaji
Memperbaiki kondisi kerja guru dan memberikan perlindungan, keamanan, keselamatan dan semuanya yang menyangkut guru
Meningkatkan profersionalisme guru dengan peningkatan pendidikan dan latihan
Mendukung pelaksanaan Hak Asasi Manusia, demokrasi dan pembangungan social di Cambodia melalui pendidkan dan latihan

AKTIVITAS STRATEGIS YANG DILAKUKAN KEANGGOTAAN
Aktivitas;

  • Kajian, studi intensif, lokakarya dan seminar-seminar

Keangotaan;

  • Saat ini anggota berkembang mencapai 24 propinsi,

Kerjasama:

  • Cita mendepepankan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang seaspirasi dan profesi, misalnya ILO, UNESCO, ACILS

ALAMAT:
Phnom Penh Office: No.54Eo, St.95, Sangkat Kengkang3, Khan Chamkarmon, PP. HP: 021930706. Fax/Phone: 023 217 544. E-Mail : CITA@online.com.kh

[Data diperoleh ketika Kafe, sedang mengikuti Short Course Guru-guru Asia Pacific di Malaysia]

Thursday, July 10, 2008

SANTAPAN KHUSUS : PUISI

Bagi Rapot [di-unduh dari BERANDA WENI]

Kepak sayap merpati muda
Ringkih, menari di atas awan
Menggapai langit yang indah dan megah

Kicaunya menyanyi seirama gerakBerayun, meliuk, merdu
Mendendangkan nada-nada harapan
Akan sejuknya embun pagi esok
Ditemani mentari cerah bersinar

Dendang indah induk-induk merpati
Meneriakkan do’anya
agar‘anak-anakku tumbuh sehat, cerdas, kuat dan bermartabat’

Dan Tuhan di singgasana ‘Arsy
Tersenyum, melebarkan tangannya
Merengkuh do’a-do’a tulus yang dipanjatkan

(Renungan seorang guru)
24 Juni 2008
Catatan : secara kebetulan puisi terkait dengan sajian kafe, maka dengan terpaksa kami pajang di kafe kami:

Wednesday, June 18, 2008

GURU ADIL ADALAH GURU YANG JUSTITIA


GURU YANG ADIL:
Apakah benar hingga saat ini ada guru yang tidak adil, menurut kafe ini semua guru itu adil. Semua aktivitasnya sudah memenuhi kompetensi yang diharapkan, atau kata lainnya adalah sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan. Namun ketika dihadapkan pada kasus-kasus tertentu, guru kadang tidak dapat memilih tindakan yang tepat, sehingga kesan tidak adil akan nampak, sisi lain diperparah oleh suatu keadaan, bahwa tindakan guru tidak disertai dengan “penghalusan tindakan” [smoothing activity].
Kafe kali ini ingin mengambil sebuah dimensi keadilan dari suatu ajaran pendidikan kewarganegaraan, selanjutnya di explore kepada tindakan guru ketika proses pembelajaran berlangsung;
JUSTITIA COMUTATIVA:
Jika seorang-orang guru menjalankan profesinya, utamanya ketika melakukan evaluasi, harus menempatkan dirinya sebagai manusia yang obyektif. Guru tidak boleh terpengaruh oleh virus “hallo effect”, maknanya seperti operasi hitung, a+b = b+ a, seorang orang menerima kontra
prestasi sesuai dengan prestasi yang diberikan.
JUSTITIA DISTRIBUTIVA:
Guru selalu mengedepankan keadilan berbagi, artinya setiap siswa memiliki kesempatan atau peluang yang sama. Namun juga diharapkan guru tidak menyamaratakan padangannya. Guru sadar bahwa setiap siswa adalah individu yang memiliki ke-unikan tertentu. Dalam kondisi tertentu siswa dalam menyelesaikan sebuah tugas memiliki cara tempuh yang bervariasi. Guru juga mampu memberikan pola keseimbangan diatas searah dengan karakter siswa yang ada.
JUSTITIA VINDICATIVA
Dalam proses belajar pengajar, reinforcement [penguatan] adalah dimuliakan, apalagi memberikan reward [pujian], namun juga tidak diharamkan seorang guru memberikan punisment [hukuman].
Hukuman yang diberikan setidak-tidaknya harus berada di ranah penguatan negatif, sehingga siswa tidak melalukan perbuatan yang sama. Ketika memberikan hukuman, dalam dimensi justitia Vindicativa, harus memiliki takaran yang pantas, artinya berat ringan hukuman harus sesaui dengan berat ringatnnya pelanggaran.
JUSTITIA CREATIVA
Guru yang adil adalah sosok manusia yang mau dan mampu menyemaikan kreativitas siswa, menyuburkan hasrat berkreasi, bahkan secara sadar membuat atmosfir kreatif. Guru yang adil harus mampu memberikan penghargaan yang pantas dan spontanitas atas kreasi yang dibuat siswa.
JUSTITIA PROTECTIVA
Guru pasti mengenal istilah ini “bullying”atau kekerasan. Kekerasan acapkali terjadi di zona sekolah, guru harus memberikan proteksi kepada siswa yang lemah. Proteksi diberikan, karena hadirnya kekerasan itu, selalu melekatr pada siswa yang memiliki kelemahan. Guru adil adalah guru yang mampu menjadia mediator, bahkan isolator jika terjadi kekerasan. Memberikan penilaian terhadap siswa dengan sejujur-jujurnya juga termasuk dari tindakan proteksi, sehingga peristiwa posistif semacam ini akan tetap tumbuh subur.

Friday, June 6, 2008

KAFE MENGUDANG PENGGAGAS: GURU KOK SAMA DENGAN ADAPTOR


GURU KOK BERPERAN SEPERTI ADAPTOR?
Hampir dipastikan seorang-orang yang memiliki telepon selular pasti mengenal alat yang satu ini, fungsinya jelas, yakni mengadaptasikan arus listrik yang bertegangan tinggi, selajutnya diadaptasi menjadi arus lemah. Kebanyakan orang menyebutnya sebagai charger.
Peran guru sebagai adaptor itu digambarkan guru yang memiliki daya suai yang tinggi, terhadap realitas empirik. Kemampuan suai inilah yang memungkinkan tujuan pembelajar tercapat dalam kondisi yang menyenangkan, serta memenuhi kriteria mutu.
Kriteria pertama : “on time”, guru harus tepat waktu ketika menjalankan peran profesinya
Kriteria kedua : “ on specification”, guru harus membelajarkan siswa sesuai kurikulum/silabus
Kreteria ketiga : “on delivery”, tepat pengiriman, artinya jumlah jam ajar dan bobot materi jangan dikurangi.
ADAPTOR KURIKULUM:
Ketika peran ini dilakukan seorang guru serta merta tidak harus menelan mentah kurikulum, analisa kebutuhan [need assessment] harus dijadikan rujukkan. Kurikulum kenfdati sebagai bintang pengarah namun ketika aplikasi harus dibuat KISS [ keep it short and simple ], sederhana tudak bertele-tele.
ADAPTOR PROSES BELAJAR MENGAJAR
Ketika peran itu dilakukan seorang-orang garu harus tetap mengadaptasikan ABCD kreteria.
A—Audience, siapa siswa kita itu ?
B—Behavior, tingkah laku apa yang akan diubah?
C—Condition, pada tataran yang bagaimana ?
D—Degree, untuk tingkatan yang bagaimana,(kualita dan kuantinta]
ADATOR “WARUNG JAMU”
Ketika peran itu dilakukan seorang-orang guru harus mengambil sebuah keputusan strategis, dikaitkan dengan proses pembelajaran.
WA—Waktu, kapan kita melaksanakan pembelajaran ?
RUNG—Ruang, pada kondisi yang bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan ?
JA—Jumlah, pada kuantitas yang bagimana pembelajaran diselenggarakan
MU—Mutu, pada kualitas yang bagaimana pembelajarn ditargetkan ?
ADAPTOR MEDIA PEMBELAJARAN
Ketika peran itu dilakukan seorang-orang guru harus mampu memilih media yang sesuai dengan kreteria “EER”
E—Efektif,sudah efektifkan media yang digunakan
E—Efisien,sudah efisienkah media yang kita manfaatkan
R—Rasional,apakah media tadi telah masuk kategori logis, suai tujuan, suai ruang, suai psikologi siswa, dan suai dengan “kantong” sekolah
Kafe mengundang pengunjung untuk menambah fungsi adaptor bagi seorang guru

Monday, June 2, 2008

KAFE MENGUNDANG KREATOR: GURU SEPERTI KOMPUTER

GURU ITU SEPERTI KOMPUTER:
Hadir personal komputer membawa perubahan yang luar biasa, karena piranti ini mampu menggantikan otak manusia secara artifisial, kendati terbatas. Dunia berpaling pada piranti ini. Ada yang sangat tergila-gila oleh komputer karena kesanggupannya untuk meringankan tugas-tugas manusia. Seorang-orang yang tergila-gila, maka disebutnya orang yang sedang terserang virus “Technomania”, namun sebaliknya ketika seorang-orang ketakutan hadirnya piranti ini disebut “Technophobia
Orang harus jujur, dan harus menerima kehadiranya, karena kalkulasi apapun atas kehadiran piranti ini selalu memberikan keuntungan.
Kemudian apa hubungannya dengan profesi Guru?.
Ternyata komputer mampu digunakan untuk melihat secara cermat fungsi guru, karena kemampuan komputer yang canggih itu, memiliki persamaan peran dengan guru. Namun untuk kali ini, kafe ingin melihat dari sisi perangkat kerasnya saja, dalam mencandra peran guru.


  • Guru sebagai MOUSE, mouse adalah piranti yang digunakan menggerakkan “crusor”,maknanya guru itu memiliki kemampuan mengarahkan siswa sesuai dengan tatakarama dan cita-cita pendidikan. Mouse juga didayagunakan memilih, dan tidak memaksakan, artinya guru harus membangkitkan kemampuan siswa untuk memiliki bermacam-macam alternatif. Tidak saja arah vertikal, horizontal, namun juga lateral.

  • Guru sebagai LAYAR MONITOR, di sinilah guru harus berperan keteladanan, pencerahan, cermin. Sekaligus guru harus berperan menjadi penggali agar aktivitas berada pada bingkai monitor, sehingga siswa tidak keluar dari monitor, atau out-of control

KAFE INI INGIN MENGAJAK PARA PENGUJUNG UNTUK BERBURU MAKNA DARI PERANGKAT KERAS KOMPUTER DIKAITKAN DENGAN FUNGSI/PERAN GURU, TENTUNYA PERAN POSITIFNYA.

  1. DISC DRIVE
  2. PRINTER

KAFE MENGUNDANG INSPIRATOR :GURU KOK SEPERTI MOTOR?


GURU SEBAGAI INSPIRATOR:
Kalau kita mengatakan Profesi Guru itu sebagai Inspirator, barangkali ini merupakan pernyataan yang terlambat, karena pada hakikat guru dilahirkan hanyalah untuk menempati ranah pemberi inspirasi. Jika posisi ini dapat dilakukan maka harapan Andreas Harefa untuk membentuk manusia pembelajar akan tercapai dengan segera.
Inspirator itu sebenarnya bukan hal yang mudah, karena seorang inspirator itu akan diteropong khusus oleh orang yang dinspirasi, teropong itu mirip miscroscop, dapat digunakan untuk memperbesar hingga 10 juta kali obyeknya.
Terkait dengan posisi sebagai inspirator siswa, guru adalah sosok yang sanggup menerapkan gagasan cerdas Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, 2ING+1TUT [TWO-ING ONE-TUT]. Ing Ngarsa Sun Tuladha-Ing Madya Mangun Karsa-Tut Wuri Handayani.
Ketika berada diposisi 2ing+1Tut ini, justru guru mendapatkan pencandraan baru, misalnya:


  1. Guru itu sebagai “ GENERATOR” , artinya membangkit motivasi dan meningkatkan kadar minat siswa dalam belajar, melahirkan ided baru dan menyemaikannya sehingga mewujudkan karya inovatif.

  2. Guru itu sebagai “KONDUKTOR”, artinya mempraktikan kemampuannya dalam mantransfer ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

  3. Guru itu sebagai “ISOLATOR”, artinya guru mampu mencegah terjadinya perilaku siswa yang menyimpang

  4. Guru itu sebagai “KALKULATOR”, artinya guru harus mempu mengkalkulasi sebuah perencanaan, misalkan RPP, yang dibuat itu harus diacu agar melahirkan proses pembelajaran yang “EER—Efektif-Efisien-Rasional”

  5. Guru itu sebagai “TRAFOMATOR”, artinya seorang guru mampu mengubah level tekanan belajar, sehingga terjadi keseimbangan antara belajar, dan bermain. Sangat ironis jika ketika siswa itu menjadi juara di kelasnya, ternyata KUPER alias kurang pergaulan. Ingat multi kecerdasan yang dibangun Gardner

KAFE MENGUNDANG IDE CERDAS PARA PENGUJUNG, UNTUK MENCANDRA PROFESI GURU, TERKAIT DENGAN PERAN GURU, MENGGUNAKAN KATA YANG BERAKHIRAN “TOR”, Misalnya, Gurun Sebagai “Pelopor”, “Moderator”,
UNTUK TUJUAN YANG POSITIF, PENDRAAN YANG LUCU ATAU DENGAN CITRARASA HOMOR [Sense of humor].

Saturday, May 31, 2008

KONSTRIBUSI MEDIA PEMBELAJARAN

KONSTRIBUSI MEDIA PEMBELAJARAN DALAM MENUNJANG PROFESIONALITAS GURU
PENGANTAR:

Hampir dapat dipastikan bahwa semua institusi pendidikan memiliki ekpektasi agar anak didikanya memiliki kemampuan aplikatif, sejalan dengan kompentensinya dan memenuhi standar, serta siap pakai (running well). Realitasnya hampir semua satuan pendidikan memiliki kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Terkait dengan proses pembelajaran maka jalan pintas yang harus ditempuh adalah memperpendek kesenjangan, dengan mencermati factor-faktor apa saja yang menjadi pengaruh. Model pembelajaran yang diujicobakan adalah sebuah siasat yang acapkali digunakan. Formula ini nampaknya akan memiliki nilai yang strategis apabila diikuti pencermatan dengan melibatkan semua variabel yang berpengaruh terhadap tujuan ini. Sebuah variabel yang sulit diantisipasi adalah dinamika perkembangan teknologi yang begitu cepat dengan berbagai dimensinya, yang akhirnya menjadi pengaruh dominan dalam pembelajaran.
Media pendidikan ternyata memiliki kontribusi yang luar biasa dalam mendokrak pemahaman siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Media pembelajaran yang didesain dengan bagus dan sesuai dengan karakterstik pelajaran, kondisi siswa dan kemampuan sekolah, akan berdapak pada output pendidikan itu sendiri. Rancangan pembelajaran yang dibarengi pembuatan media pembelajaran sesuai dengan siswa disamping mampu mencitakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan [konsep: Joy full learning], juga memperingan tugas-tugas pembelajaran. Akibat positifnya Guru akan dapat memanfaatkan waktu untuk merevitalisasi model pembelajaran serta mengkreasi media pembelajaran yang berada pada ranah efektif, efesien dan rasional. Bila hal itu terjadi berarti profesionalitas Guru telah terbangun.

BAGAIMANA PROFESIONALITAS ITU?

Seorang-orang yang menyatakan dirinya sebagai profesional pendidik (guru) misalnya, tidak dapat lagi sembunyi dibalik kekuatan organisasi dalam menjamin eksistensinya. karena era global menuntut lebih banyak persaingan yang sifatnya individual.(competition on individual base). Seorang pendidik yang secara dini tidak membekali dirinya dalam persaingan, dan hanya menanti belas kasihan organisasi, secara dini pula dirinya akan terlindas oleh kemajuan jaman.
sebagai profesional pendidik (guru), harus mengkuatkan kesadaran baru, dengan membekali dirinya sebagai profesionalis sejati. Adapun kesadaran akan profesionalis sejati ini terdiri dari tiga domain yakni :
  • Expertise (keahlian)
  • Responsibility (tanggung jawab)
  • Corporateness (kesejawatan)

KUKUHKAN KEAHLIAN:


Era global tuntutan keahlian digambarkan sebagai kemampuan personal yang memiliki daya ganda, yakni disamping memiliki keunggulan kompetitif (competitive adventage), sisi lain juga mempunyai keunggulan komparatif (comparative adventage). Keunggulan kompetitif ini menuntut profesional untuk menguasai kompetensi inti (core competence). Dalam dunia pendidikan yang disyaratkan sebagai kompetensi inti adalah segenap kemampuan yang meliputi :
o Keunggulan dalam penguasaan materi ajaran (subject mater)
o Keunggulan dalam penguasaan metodologi pengajaran (teaching method), dalam arti mengelola pembelajaran, pembuatan media pembelajaran dll.
Dari kedua syarat kompetensi ini, merupakan bentuk tuntutan yang sifatnya dinamik, karena penguasaan materi ajaran, serta penguasaan metodologi pengajaran yang didukung media pembelajaran, yang beradaptasi perkembangan jaman. Dalam penguasaan materi ajaran misalnya, untuk satu hari saja dunia telah mencatat lebih kurang satu juta judul buku terbit. Sisi lain yang juga menjadi tantangan adalah rekayasa bidang teknologi komputer, dengan rekayasa tersebut maka tercipta beberapa perangkat lunak (soft ware) media pembelajaran yang memiliki kemampuan luar biasa dan sangat reasonable terhadap berbagai keadaan dan fungsi. Realitas ini merupakan kendala yang harus dapat diantisipasi oleh guru.
Mendisain dan menfungsungsikan media secara efektif, efisien serta rasional, disamping dapat menjaga focus perhatian siswa saat proses belajar, Guru semakin yakindan profesional.

Ingin lebih lanjut Klik KONTRIBUSI


Thursday, April 24, 2008

PEMBELAJARAN BERMAKNA: UBAH GURUNYA BARU MURIDNYA.


Guru hampir tak bisa pernah lelap tidur, zaman berputar, dan teknologi selalu mati muda. Itulah yang terjadi ketika manusia menggunakan “mesin dahsyatnya”, berupa otak yang cerdik untuk selalu dan selalu berkreasi, inovasi ke dalam ranah teknologi.
Pembelajaran dengan segenap metodenya, yang beriringan dengan modelnya penyajian, adalah salah satu serpihan teknologi, yakni teknologi pembelajaran. Kini karya-karya unggul bidang pembelajaran muncul, konsekuensinya adalah lahirlah terminology alias istilah-istilah baru. Dalam proses pembelajaran, dari paradigma, model dan penerapannya, juga disentuh oleh kemajuan itu. Akhirnya orang mengenal istilah-istilah ini, mulai dari Quantum Teaching, Quantum Learning, Cooperative Learning, hingga Contextual Teaching Learning. Istilah yang kadang bikin pening, kadang pula juga mengundang tanggapan miring, adalah suatu realita yang menuntut adanya daya suai bagi profesi Guru. Rupanya hal itu menuntut suatu keharusan, dengan kata lain, Guru harus berubah. Pertanyaannya sudah siapkah sang Guru, merubah beton-beton mental yang telah lama membatu, dan sudah menjadi jati diri.
Teknologi secanggih apa pun tak akan mampu diaplikasi, ketika manusia sebagai aktornya enggan merubah mentalitasnya.
Hari ini kita dalam wahana sosialisasi, yang akan mengangkat sebuah materi pembelajaran bermakna, namun jika mentalitas kita memberi jawaban enggan berubah, maka wahana sosialisasi ini tidak memiliki arti.



MENGUBAH MENTALITAS YANG TERLANJUR BEKU & MEMBATU

Hadirnya sesuatu yang baru, serta merta membelah sikap mental seorang-orang, ada yang setuju, ada yang pula menggerutu. Sosialisasi kalau ini memiliki maksud untuk menjebatani belahan sikap tadi. Seperti lahirnya “PEMBELAJARAN BERMAKNA”, yang kini akan kita dicerna bersama, kita kunyah-kunyah berjama’ah. Kadang mengundang pertanyaan yang sangat menyeramkan, apakah selama ini pembelajaran tidak bermakna ?. Apakah pembelajaran yang kita lakukan selama ini sia-sia?. Tentu itu tidak benar. Pembelajaran yang kita lakukan sudah benar, namun kemajuan teknologilah yang menstimuli kita untuk beradaptasi, artinya mengadaptasikan proses pembelajaran sesuai zaman.
Bagaimana dengan profesi kita?, Tentunya yang harus kita kedepankan saat ini adalah kerelaan kita untuk berubah.
Model pembelajaran, adalah sebuah metodologi, atau sarana, lebih kasar kita sebut “alat” atau “piranti”. Guru adalah seorang profesionalis yang menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan metodologi, kendatipun aturan telah dicanangkan, namun sikap mental masih pada pusaran yang rentan berubah, maka segalanya menjadi kalah dan “mentah”
Kuncinya adalah, saat ini kita harus berubah. Dari paradigma lama menju yang baru.

MODAL MENGGAPAI PARADIGMA BARU

eorang Guru pasti memahami istilah yang satu ini. “Learning Process”. Manusia bisa berubah dan menerima paradigma baru, tidak serta merta. Tapi perlu tahapan. Tahapan itu adalah, “Know”, “Believe”, “Attitude”, “Behavior”, “Habit” dan “ Culture”.
Know:
Semua stimuli dari akibat interaksi kita dan lingkungan, akan menjadi bahan dasar untuk mengetahui sesuatu, dan selanjutnya berfungsi untuk memicu munculnya perilaku. Workshop kali ini adalah wahana menstimuli, agar meransang munculnya perilaku baru.
Yakni menerima atau menolak, setuju dengan pembelajaran bermakna atau tidak
Believe:
Setelah kita mengetahui sesuatu yang baru, yang sudah disaring oleh keyakinan kita. Keyakinan yang bersumber dari nilai-nilai yang terbentuk di lingkungan. Jika hal itu bermakna, maka kita pasti menerimanya.
Attitude :
Sinergi antara apa yang kita ketahui dengan apa yang kita yakini, dan akhirnya membuahkan perilaku. Hebatnya, metodologi yang baru, apakah Quantum Teaching, Learning, atau Cooperative leraning. Jika Guru tidak yakin akan hal itu, maka hampir dipastikan tidak akan lahir perilaku yang baru.
Behavior :
Perilaku yang ditampilkan oleh seorang Guru, adalah akumulasi dari Know, believe dan Attitude. Ketiga paduan tersebut, acapkali disebut sebagai “software”, sedangkan behavior adalah ‘hardwarenya” Jika seorang Guru dalam memahami pembelajaran bermakna tidak melalui proses know, believe, hingga attitude, maka bekerjanya akan setengah hati.
Habit :
Perilaku yang didemonstrasikan secara konsisten adalah kebiasaan [habit], merupakan bentuk kristalisasi perilaku. Jika hal ini terbentuk, maka Pembelajaran Bermakna, akan menjadi santapan, alias menu utama Guru. Semuanya akan menjadi jalan tanpa hambatan, metode pembelajaran ini kan popular, setara film “ayat-ayat cinta”
Cultutre:
Budaya adalah cerminan dari nilai-nilai yang diketahui dan diyakini. Budaya merupakan pemantapan dari kebiasaan [habit]. Pada tahapan inilah, perilaku seorang-orang sudah melekat dan sulit untuk diubah kembali, kendati ada nilai-nilai yang baru.
Jika ada intervensi nilai yang baru, harus melalui “Learning Process”. Pengalaman yang kita tarik dari pemahaman ini adalah, bahwa workshop ini, tidak serta merta langsung berubah budaya yang sudah membatu dan membeku. Namun tersimpan sebuah kesadaran, yang menyatakan bahwa workshop kali ini adalah utaian dari “learning process



MEMBANGUN ABILITY TO RESPONSE

Guru juga manusia “. Manusia yang memiliki kemampuan untuk menanggapi adalah manusia yang mampu mengendalikan kehidupannya, sehingga dia mampu menentukan tindakannya sendiri. Terkait dengan profesi seorang Guru, maka dalam membangun citranya sedikitnya, ada lima kemampuan yang harus dikantongi.
Kemampuan-kemampuan itu adalah:


  • Ability to fact [kemampuan memahami fakta]
  • Ability to basic knowledge [kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan]
  • Ablity to evaluation [kemampuan mengevaluasi]
  • Ability to analysis [kemampuan analisis]
  • Ability to response [kemampuan menanggapi]. adalah kemampuan yang muncul, akibat kemampuan-kemampuan lainnya, seperti: kemampuan memahami fakta; kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan, kemampuan evaluasi dan kemampuan analisis]

Ability to fact [kemampuan memahami fakta];
Jika kemampuan ini telah ada pada diri seorang Guru, maka pengalaman empirinya yang akan mengendalikan apakah sesuatu itu yang diterima inderanya memiliki nilai-nilai manfaat. Jika hal itu tidak menjadikan sebuah ancaman bagi dirinya, dan justru memiliki manfaat besar bagi dirinya, maka akan diterimanya.
Apakah Pembelajaran Bermakna itu, sebuah ancaman bagi eksistensi profesi, atau justru itu membantu Guru ?. Kemampuan inilah yang mengendalikannya.


  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, karena fakta telah menunjukkan eksistensinya

Ability to basic knowledge [kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan]
Guru hampir semuanya telah memiliki kemampuan ini, tidak ada seorang pun yang mengatakan tidak. Semua Guru telah memilikinya, telah menyadarinya, dan merupakan bagian dari profesinya.
“Jika” selalu diikuti “Maka”. Jika seorang Guru enggan mengubah paradigmanya, maka akan disisihkan oleh zaman.
Hadirnya pengetahuan baru, model pembelajaran baru, tidak harus ditunggu, tapi diantisipasi.


  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, karena pengetahuan telah mengawalnya.

Ability to evaluation [kemampuan mengevaluasi]
Kemampuan ini adalah, bagian yang melekat pada profesi Guru. Setiap berpikir bertindak, dan berperilaku selalu mengedepankan kemampuan ini. Tentunya ketika menjalankan profesinya, seorang Guru selalu memberikan pertimbangan akan manfaat, dan keruginya. Menimbang kemungkinan risiko yang dihadapinya. Hadirnya model pembelajaran baru, hampir dipastikan merupakan “rekayasa nilai-nilai” [reengineering] atas model pembelajaran yang lama.


  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, tidak perlu diragukan lagi, karena merupakan rekayasa nilai-nilai atau metode yang mendahuluinya.

Ability to Analysis [kemampuan analisa]
Merupakan kemampuan dalam mengurai permasalahan secara detil, dan menggunakan berbagai dimensi ketika memandang sesuatu masalah. Guru sadar atau tidak telah lama memiliki dan menggunakannya. Guru setiap menjalankan profesinya, selalu melakukan tahapan ini. Bahkan Guru-guru telah lama melakukan Penelitian Tindakan Kelas [PTK], jauh sebelum PTK se-populer saat ini. Saat ini PTK populernya hampir menyamai seorang artis seperti Kridayanti. Namun Guru tidak mampu menuliskannya, kedalam bahasa tulis ilmiah.
Kalau di analisa lebih tajam, sebenarnya Guru-guru telah lama mengaplikasikan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan zamanya, termasuk metode pembelajaran bermakna. Namun Guru masih ragu apakah yang dilakukan itu telah memenuhi kaidah bermakna.


  • Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus diterima, karena yang sebenarnya Guru-guru telah lama melakukannya, tetapi ada keraguan apakah yang dilukukan itu, Pembelajaran yang bermakna.

Ability to response [Kemampuan menaggapi]
Adalah kemampuan yang muncul, akibat kemampuan-kemampuan lainnya, seperti: kemampuan memahami fakta; kemampuan memahami dasar-dasar pengetahuan, kemampuan evaluasi dan kemampuan analisis.
Bagi profesi seorang Guru, kemampuan managgapai adalah citra diri dalam melihat dirinya [self image].

Detilnya antara lain:

  1. Kemampuan dalam memahami kompetensi [competency]
  2. Kemampuan untuk meciptakan visi [Vision] sebagi harapan dan cita-cita
  3. Kemampuan untuk memberikan makna pada hidupnya yang diwujudkan dalam bentuk pemaknaan misi [Mission] hidupnya
  4. Kemamuan menggunkan kompetensinya untuk mewujudkan visi dan misinya dalam bentuk strategi yang dijalankan
  5. Kemampuan menterjemahkan strategi sebagai aksi.
  6. Hadirnya Pembelajaran Bermakna, harus respon secara positif, karena kompetensi Guru, yang didalamnya menggambarkan Visi, Misi, Startegi, dan Aksi. Semuanya adalah bagian dari kekuatan atau potensi profesi.

    MENGAPA PEMBELAJARAN BERMAKNA

Kita diingatkan oleh adigium yang dibangun dari reklame minuman.
Pertama: Kapan saja, Dimana, saja “Minum” Metode Pembelajaran Bermakna
Kedua: Apapun “makanan” model pembelajarannya , “minumnya” model pembelajaran bermakna.
Tapi mengapa model pembelajaran bermakna ?
Tentunya harus dikembalikan pada fakta sebenarnya, karena jika dilacak sebuah pembelajaran harus diindikasikan pada tingkatan yang kondusif, menyenangkan, dan kontekstual.
Mencuplik dari buku “Menggagas Pendidikan Bermakna”, buah pikir Prof. Muchlas Samani, bahwa apapun model pembelajaran, maka harus bermakna [meaningful learning]. David Ausubel, adalah seorang orang ahli psikologi pendidikan, menurut Ausubel [1966] bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ [meaning full]. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah sipelajari dan dingat siswa.
Suparno [1997] mengatakan, pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seorang-orang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakan terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, factor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran bermakna, adalah pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang menyenangkan, akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh, konsekuensi akhirnya adalah meningkatkan kemampuan siswa.
Anlogi seperti yang ditulis oleh Taufiq Pasiak, dalam penelitiannya terhapad tikus yang mendapat perlakuan penekanan[stressor] dan tikus yang enjoy [tanpa stressor]. Hasil penelitian menujukkan bahwa intervensi dari luar [berupa stressor] akan mengubah struktur otak , terutama pada kadar reseptor dan neurotransmitter. Ringkasanya perlakuan stresoor [tidak] menyenangkan akan menurunkan kemampuan tangkapannya.
Sejalan dari pemikiran itu Bobbi DePorter, mengenalkan lompatan pembelajaran yang menyegarkan dan menyenangkan. Dengan mengubah energi potensial siswa menjadi cahaya, menjadikan semuanya bermakna. Oleh karenanya motede pembelajaran yang dikreasi Bobbi, memberikan jargon, T-A-N-D-U-R dan AMBAK.
Berikut kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR



  1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU “ (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar
  2. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar
  3. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”
  4. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”
  5. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
  6. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

KAPAN KITA MENGGUNAKAN

Revolusi cara belajar mengubah segalannya, ketika citarasa yang menyenangkan menjadi atmosfir pembelajaran bermakna. Maka ketika menerapkaj harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah tertentu. “Warung Jamu”, adalah sebuah kaidah yang merupakan kepanjangan dari WAktu-RUaNG-JumlAh dan MUtu. Makna Warung Jamu adalah dimennsi ukur yang harus diperhatikan, ketika seorang Guru melakukan pembelajaran.



  • Kapan [waktu], kita melalukan pembelajaran
  • Pada rentangan bagaimana atau pada kondisi yang bagaimana [ruang], kita melakukan pembelajaran
  • Kuantitas audience [jumlah]
  • Kualitas yang diharapkan [mutu]

Sejalan dengan kaidah tersebut, kita diingatkan pula dengan kaidah “ABCD” –[Audience, Behavior, Condition and Degree]. Kaidah inilah, bagaikan bintang pengarah para guru untuk memilih metode pembelajaran yang EER[ Efektif, Efisien dan Rasional].
Saat ini terjadi revolusi pembelajaran, yang mengenarasi banyak metode pembelajaran, namun kita dicermati adalah berubahnya paradigma pembelajaran. Dari Guru sebagai pusat pembelajaran, atau semuanya sangat ditentutkan dari atas “driver company”, menuju pembelajaran yang memberikan ruang gerak secara utuh dan menyeluruh pada siswanya “driver customer”. Paradigma inilah yang menuntut setiap Guru untuk cermat dalam memilih metode pembelajaran. Tentunya metode pembelajaran Bermakna

PUSTAKA PEMBERI NUANSA:
  • Barbara K. Given [2007]. Brain Based Teaching [Merancang Kegiatan Belajar Mengajar yang Melibatkan Otak Emotional, Sosial, Kognitif, Kinetetis, dan Reflektif]. Penerbit Kaifa Bandung.
  • Ijoni [2007]. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Penerbit Alfabeta Bandung.
  • Muchlas Samani [2007]. Pendidikan Bermakna: integrasi Life Skill-KBK-CTL-MBS, Penerbit SIC Surabaya
  • Suprano,P.[1997]. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
  • Yosi Novian dan Faqih Syarif [2008]. Quantum Quotient, Learning Behavior, Ability To Respones & Training, PT Jaya Pustaka Media Utama, Surabaya

Monday, April 14, 2008

GURU HARUS DIPOMPA


Pada umumnya, Guru tidak tahu apa yang mereka inginkan. Mereka hanya tahu bahwa mereka ingin “kaya”,”sukses”, atau “sejahtera” tapi tidak pernah benar-benar merenungkan untuk apa sebenarnya arti kata-kata tersebut bagi mereka. Padahal Guru yang tidak yakin bahwa tujuannya akan tercapai, sebenarnya telah jatuh sebelum melangkah.
Formula PLUS” sebagai jawaban, agar guru berada di ranah sukses, kaya dan sejahtera, yakni:


  • Percaya

  • Loyalitas

  • Ulet

  • Sikap mental posistif.

Untuk memasukinya, maka percaya diri harus disemangati, agitasi diri adalah solusi pasti. Tawar menawar adalah langkah yang hambar, bahkan akan merusak rasa percauya itu. Ketika anda mengagitasi diri, ada suatu pertanyaan, sudahkah Anda siap, yakni siap berubah. Karena perubahan tidak dimulai dari orang lain, tapi dari dalam diri Anda sendiri. Dan ingat, jadilah diri anda sendiri, lakukan pemberdayaan dan berkembanglah dengan potensi terbaik anda.


Ubahlah dari “To Have” Ke “To Be” [ memiliki menuju menjadi]



  • To Have: Adalah suatu gagasan atau pola pikir seorang-orang yang cenderung mengutamakan pada kebutuhan materi

  • To Be : Adalah suatu gagasan atau pola pikir seorang-orang yang cenderung pada nilai-nilai non materi

Kuadran Guru:


Anda saat ini pada posisi di mana?
GURU PEKERJA ?
GURU PROFESIONAL
GURU PEMILIK ?
GURU PERANCANG ?


GURU PEKERJA:
Jika Anda dalam menunaikan tugas sebatas melaksanakan pekerjaan
GURU PROFESIONAL:
Memiliki profesionalitas [keahlian, tanggung jawab dan kesejawatan/jiwa korsa]
GURU PEMILIK:
Jika Anda memposisikan diri menjadi intelektual dan mampu mengendalikan sistem
GURU PERANCANG:
Jika Anda dalam lingkup pekerjaan, memahami makna profesi, memiliki visi dan merancang pengajarannya secara hidup, merubah energi menjadi cahaya.


Apakah Anda termasuk Guru Kaya ?


Guru Kaya :


  • Bila seorang Guru memiliki cara pandang bahwa jabatan Guru itu adalah “profesi’, karenanya senantiasa harus dilatih keahliannya sehingga melahirkan sosok Guru pemilik dan Guru Perancang
  • Bila seorang Guru memiliki pola hubungan [interaksi] khusus dengan siswa/ murid yang mengedepankan sikap proaktif dan mentalitas yang kaya [WIN-WIN SOLUTION]
  • Bila seorang Guru Melakukan proses pembelajaran yang senantiasa tidak mematikan potensi siswa dan terkait antara dunia pengajaran dengan dunia realitas. Guru yang melakukan proses ini disebut [GURU BEOFILI]
  • Bila seorang Guru senantiasa belajar dengan mensinergikan otak kiri dan otak kanan, pancaindera dan hatinya untuk memperoleh sumber ilmu yang hakiki. Guru yang memperoleh sumber ilmunya sebagai mata air ini disebut [ GURU BERHATI BINTANG ]

BAGAIMANA GURU MENJADI KAYA?

  • Bangunlah pribadimu demikian hebat dan jayanya, hingga bila Tuhan menentukan takdir bagimu. Sudilah Tuhan bermusyawarah denganmu dulu, apakah kehendakmu sebenarnya
  • Tingkatkan kualitas iman; pola pikir; proses pembelajaran ; proses hasil dan pembelajaran kualitas hidup pribadi

INGAT :


Sudah saatnya Anda Kembangkan Kebiasaan Baru:



  1. Perbaiki dan rawatlah hubungan Anda dengan para sejawat dan murid dalam koridor positif
  2. Bangun hubungan baru dengan 1 atau 2 rekan kerja baru setiap hari
  3. Bersikap terbuka terhadap lingkungan rumah, sekolah dan orang lain
  4. Ciptakan lingkaran pengaruh sebesar mungkin
  5. Belajarlah dalam suasana yang terkendali dan peka secara emosi
  6. Pelajari ketrampilan empati dan kepekaan emosi
  7. Hargai selalu perbedaan dengan orang lain dengan tetap menebarkan kebahagiaan
  8. Membaca buku dan menulis secara kreatif
  9. Mengembangkan hobi tertentu yang memberi suasana rileks
  10. Menulis puisi, lagu dan kata-kata bijak
  11. Membangun kerjasama proaktif dan lingkaran positif
  12. Belajar saecara mandiri dan melanjutkan studi yang memberikan hal-hal baru dan tantangan
  13. Tinjau ulang, temukan dan ciptakan visi pembelajaran dan hidup Anda
  14. Perhatikan, dengarkan dan amati tanda-tanda alam
  15. Pelajari karya-karya sastra agung, hargai musik dan seni
  16. Lakukan kegiatan ritual, itikaf, dzikir, dan kegiatan-kegiatan keagamaan
  17. Tumbuhkan kebiasaan hidup sebagai pribadi kaya.

GURU KETIKA MENGHADAPI MASALAH

JADILAH PEMENANG DAN JANGAN JADI PENCUNDANG

INGAT !

  1. pemenang melihat masalah selalu ada penyelesaiannya, dan Sang pecundang senantiasa melihat ada masalah dalam setiap persoalan yang diatasinya
  2. 99% kegagalan berasal dari seorang-orang yang pandai membuat alasan
  3. Jangan berbohong meski terhadap hal-hal kecil, karena kebohongan kecil membutuhkan alasan-alasan kebohongan yang lain

[Sebagian besar diambil dari buku Pumping Teaching]---Yang Benar buku "Pumping Teacher"

TAHU POO [bahan TAyangan kHUsus dalam bentuk POwer pOint]

Jika Anda berminat bahan tayang dalam format power point, klik ; Pumping

ADA KOMENTAR YANG TULUS, TENTUNYA KAFE TIDAK MEMBERANGUS, LANGSUNG DITEBUS: Terima Kasih

Ass, Bapak yang baik, terimakasih sudah menjadikan buku kami sebagai referensi bapak. Judul bukunya bukan Pumping Teaching tapi Pumping Teacher karya Amir Tengku Ramly dan Erlin Trisyulianti, Salam, Mks, sukses selalu
2008 Juni 5 23:40

Wednesday, April 9, 2008

PENULISAN MODUL SEBAGAI BAHAN AJAR

PENULISAN MODUL SEBAGAI BAHAN AJAR


Disampaikan pada Workshop Penulisan Bahan Ajar:
TARGET-OUT BOUND
OLEH: DJOKO ADI WALUJO
[Tulisan ini merupakan resensi singkat dari dua buku:
1. How to Write , Your Own Text Book Cara Cepat dan Asyik Membuat Buku Ajar yang Powerful
Oleh R. Masri Sareb Putra.
Jurus Maut Menulis & Menerbitkan Buku
oleh : M.Hariwijaya]


Ada lebih banyak harta yang terkandung di dalam buku ketimbang seluruh jarahan bajak laut yang disimpan di Pulau Harta.Walt Disney




PENGANTAR

Sebagai seorang profesional Guru dituntut untuk mampu memberikan pengabdiannya secara utuh, yakni segenap kemampuan dalam mentsransfer berbagai informasi berwujud pengetahuan. Proses menginduksi berbagai pengalaman untuk dituangkan ke dalam tulisan, adalah kegiatan bermanfaat yang sangat diharapkan. Hanya melalui pengalaman itu, akan menghasilkan temuan-temuan, yang dekat dengan dunianya. Menulis buku adalah kekayaan mental intelektual dan akal budi manusia, yang di sinilah membedakan antara manusia dan binatang. [jangan imaknai orang yang enggan menulis sejajar dengan binatang].
Buah pikir Rene Descartes ”Cogito ergo sum” ,karena aku berpikir aku ada, dikonversi menjadi: Dengan buku seorang Guru menjadi ada dan mensejarah.
Namun kenyataan yang terjadi adalah, keengganan seorang Guru dalam melakukan aktivitas ini, pemicunya adalah sebuah alasan yang klasik, yakni sibuk atau kegiatan lain yang menumpuk.
Sebenarnya menulis buku itu, tidakalah sulit. Hindari mitos ”sulit” .
Menulis itu gampang. Benar Gampang! Itulah simpulan seorang Arswendo Atmowiloto. Menulis itu tidak memerlukan bakat, sebagaimana yang dikatakan Among Kurnia Ebo, wartawan nasional dari terbitan terkenal di Indonesia.
Mitos harus dibongkar di benak kita, alihkan kesebuah pikiran cerdik Norman Vincent Peale. ”You Can if you think you can”, anda bisa jika pikiran anda menyatakan biasa.



MANFAAT MANULIS BUKU:

Pertama, Anda mendapat kepuasan Jiwa karena telah menuangkan gagasan kreatif. Kepuasan menulis identik dengan seorang pelukis yang telah merampungkan karya besarnya. Jiwa terasa penuh dengan kepuasan dan kebanggaan.
Kedua, Anda mendapatkan nama baik dan dikenal luas oleh publik. Dengan munculnya nama Anda berulang-ulang baik di Media massa maupun di dunia buku, maka Anda akan diingat seumur hidup
Ketiga, mendukung dan memperkuata citra profesi Anda.
Keempat, tajamnya tulisan Nada dapat menggetarkan dinding-dinding kekuasaan yang angkuh dan merobohkan tembok keangkuhan.
Kelima, jira kita kembali kepangkuan Ilahi, tulisan kita akan tetap hidup dan api semangat yang kita kobarkan tetap tertanam di lubuk hati para pembaca.



4- FAKTOR PENGAHAMBAT


Hambatan paling klasik yang menjadi alasan para Guru adalah masalah waktu. Sebenarnya banyak diantara Guru yang memiliki potensi dan motivasi untuk menorehkan buah pikirnya dalam bentuk buku. Tapi pada umumnya mereka dihantui oleh beberapa pandangannya sendiri, sehingga ”phobia” yang lebih melekat pada diri seorang Guru, dibandingkan dengan daya picu untuk maju.
R. Masri Sareb Putra, seorang-orang mantan promotion manager PT Grasindo, dan mantan managing Penerbit Indeks, Kelompok Gramedia , menutur beberapa jenis ”phobia’ yang sering hadir dalam diri orang. Yakni:


  1. Demophopbia [ a fear of people (Audience) ].
    Demophopbia adalah ketakutan akan khalayak yang akan membaca tulisan kita nantinya. Belum menulis kita sudah dihantui oleh perasaan ini. Jika hal ini terjadi, selamanya kita tidak pernah menjadi penulis.

  2. Laliophobia [ a fear os spesking (I can’t write them down with my own words!)]
    Laliophobia adalah ketakutan akan tidak kemampuan mengungkapkan/menulis pikiran [hati] Anda ke dalam tulisan

  3. Katagelophobia [ a fear ridicule]
    Katagelophobia adalah ketakutan diejek/dicemooh, hal ini wajar terjadi manakala seorang-orang tersebut memiliki personality yang perfeksionis. Padahal, tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Yang terpenting adalah kesungguhan, saat Anda merasa demikian, pastikan segera untuk menulis.

  4. Moneyphobia [ a fear of find nothing from writing]
    Moneyphopia adalah ketakutan yang muncul pada seorang-orang yang memiliki orientasi setiap kegiatan diukur dengan uang. Pada hal menulis adalah investasi jangka panjang yang tuidak bias langsung “cash cow"


INSPIRASI PENGUGAH

Inspirasi adalah sebuah energi yang dapat dirubah menjadi cahaya, demikian kata Debbi Porter, penggagas Quantum Leraning dan Quantum Teaching.
Jika sebuah mesin bergerak karena BBM, maka penulis bergerak karena inspirasi.
Berikut Inspirasi yang menggugah anda:


  • Ketika kamu terilhami suatu tujuan mulia, suatu proyek yang luar biasa, pikiranmu akan menerjkang berbagai pembatasnya. Pikiranmu akan menembus keterbatasan; kesadaranmu akan meluas ke segala arah dan kamu akan menemukan dirimu berada di dunia yang baru yang luar biasa dan mengangumkan [YogasutradariPatanjali]

  • Ada keajaiban dalam antusiasme dia membedakan antara orang kebanyakan dengan orang sukses [Normas V. Pale]

  • Menulis bukan masalah bakat. Menulis hanya masalah kemauan. Saat Anda menulis, tenggelam saja dalamapa yang Anda tuliskan. Jangan terlalu memikirkan teori menulis. Mulailah menulis dari apa saja yang terpikir dari benak Anda.

  • Kesusesan telah separuh dimenangkan saat seorang-orang telah memilki kebiasaan menetukan tujuan dan meraihnya. [Og Madino]

KUALITAS BAHAN AJAR
(O'Meara, 2000)




  1. Indikator format
  2. Indikator konsep
  3. Indikator bahasa
  4. Indikator ilustrasi

Indikator format :


  • Setiap seksi/bagian dapat teridentifikasi secara jelas.

  • Sistem penomoran jelas.

  • Terdapat keseimbangan antara teks dan ilustrasi.

  • Secara visual, bahan ajar menarik untuk dibaca.

  • Tata letak (teks dan ilustrasi) sistematis.Ukuran fisik bahan ajar sesuai dengan karakteristik peserta didik

Indikator konsep:



  • Konsep/materi bahan ajar ditulis secara akurat.

  • Konsep dikelompokan secara logis.

  • Tiap kelompok konsep visibel untuk dicapai.

  • Konsep relevan dengan kurikulum.

  • Konsep terkait dengan materi terdahulu.

  • Tidak bias (gender, etnis, religi, geografi, budaya, dll.)

Indikator bahasa :



  • Menggunakan tata bahasa yang benar.
  • Mengunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan mental peserta didik.
  • Setiap terminologi didefinisikan secara jelas.
  • Menggunakan struktur kalimat yang sederhana dan jelas.
  • Petunjuk-petunjuk ditulis secara jelas.

Indikator ilustrasi :


  • Ilustrasi mendukung pemahaman konsep.
  • Terkait langsung dengan konsep yang tertulis pada teks.
  • Secara visual ilustrasi menarik.
  • Jelas.
  • Mudah dipahami.
  • Tidak bias (gender, budaya, etnis, agama, dsb).



PROSEDUR PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
[4D MODEL]



  • Define insturctional requirements [Definisikan instruksional yang diharapkan]
  • Design prototyipe instrusional mater [Rancang prototipe bahan instrutional]
  • Develop Trainee and reliable instructional matereial [Kembangkan peserta pelatihan dengan bahan instruktional yang reliable]
  • Disseminate Instructional material among special educational teacher training programs [Deseminasikan antara bahan instruksional dengan spesialisasi pendudikan pengajar]

KOMPONEN UTAMA MODUL


  • Pendahuluan
  • Tujuan Pembelajaran
  • Pra-asesmen
  • Pengalaman Belajar
  • Sumber Bahan Pembelajaran
  • Post aseesmen

KARAKTERISTIK MODUL

  • self-contained,
  • typically individualized,
  • complete package, dan
  • includes learning experiences, objectives, and assessment.

FORMAT MODUL YANG SESUAI DENGAN KTSP

  1. Halaman Judul
  2. Kata Pengantar
  3. Deskripsi
  4. Peta Kedudukan Modul
  5. Prasyarat
  6. Daftar Isi
  7. Peristilahan/Glossary
  8. Petunjuk Penggunaan Modul
  9. Tujuan
  10. Kegiatan Belajar 1, 2, 3, ke- n
  11. Lembar Kunci Jawaban
  12. Daftar Pustaka


BAGAN PENGEMBANGAN MODUL



Tuesday, April 1, 2008

EVALUASI KURIKULUM DALAM MENYONSONG KTSP

EVALUASI KURIKULUM DALAM
MENYONSONG KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Oleh : djoko adi walujo

PENGANTAR
Kurikulum saat ini perannya sangat strategis, mulai sebagai pedoman dalam pelaksanakan akademis, hingga sebagai sarana persaingan. Akibat peran yang strategis ini memungkinkan kurikulum untuk dijadikan sentra pencermatan. Sisi lain akibat kemajuan teknologi yang tidak mungkin dibendung sehingga kurikulum sering mati muda, artinya kurikulum membuat dirinya selalu tertingal jauh dengan realitas sosial, sehingga gap antara printed curriculum dengan real curriculum sulit dihindari.
Berubahnya pradigma baru dari paradigma kurikulum yang dikendalikan oleh institusi sekolahp [driver instution/driven school] menuju kurikulum atas keinginan para pemakainya [driver customer]. Kenyataan ini memungkinkan keterlibatan semua pihak [stakeholder] dalam menetapkan isi arah kebijakan pembuatan kurikulum yang acap kali di kenal dengan neeed assesment. Dinamika perkembangan juga merupakan variabel yang tidak boleh diabaikan, inilah yang memungkin kurikulum harus di evaluasi secara cermat dan cerdas. Namun demikian siapakah yang harus melakukan evaluasi, dan mekanisme apa saja yang harus dijadikan indikatornya inilah titik pencermatan dalam pelatihan ini.

MENGAPA EVALUASI
Meminjam buah pikir dari Audery dan Hovard Nicholls dalam bukunya yang berjudul Developing Curriculum : A Practical Guide 1978, menyatakan bahwa sebuah kurikulum harus tidak boleh retan adanya revisi apalagi adanya keinginan memproteksi, sisi lain terkait dengan makin ketatnya persaingan antar perguruan tinggi dalam membangun keunggulan komparatif dan keunggulan kempetitif. Keunggulan daya kompetitif yang dibangun biasanya diarahkan kepada pengembangan keunggulan dari visi program studi, sebagai gugus terdepan perguruan tinggi.
Visi program studi inilah yang dapat dijadikan daya tarik, sehingga memungkinkan calon mahasiswa memilih program studi sesuai dengan minat dan yang dicita-citakan.
Untuk memandu dalam mendekatkan penyusunan visi program studi perlu diperhatikan serangkaian pertanyaan berikut :

  1. Apakah kekhasan dari program studi dikaitkan dengan kurikulum kita?
  2. Nilai [values] apa yang dianut oleh program studi?
  3. Bagaimana nilai tersebut dapat memberikan arah kurikulum kita kemasa depan yang menjadi perioritas program studi?
  4. Apakah kebutuhan stakeholder yang dapat diberikan/dipenuhi oleh program studi terkait dengan kurikulum yang kita rancang?
  5. Apa yang dapat dijadikan jaminan oleh program studi [khususnya yang terkait dengan kurikulum] agar program studi tetap memiliki komitmen pada visinya
  6. Apakah jaminan tersebut dapat diandalkan /[reliable]
DARI DRIVER INSTITUTION KE DRIVER CUSTOMER
Ketika paradigma berubah dalam memandang kurikulum, semula meletakkan institusi/universitas merupakan penentu segalanya, kini berbalik customer dalam hal ini penguna adalah sumber inspirasi yang harus dikuti. Inilah yang memungkinkan dalam merancang kurikulum melibatkan pihak yang berkepentingan yakni stakeholders terdiri dari mahasiswa, orangtua mahasiswa,dunia kerja, pemerintah, dosen, tenaga penunjang. Paradigma ini akhirnya mensyaratkan sebuah kurikulum harus memenuhi kebutuhan stakeholder, yang dalam pencermatan sebuah kurikulum yakni tereliminasinya gap, yang memberikan jarak antara relevansi kompetensi lulusan dengan kebutuhan stakeholders.
Kompetensi relevan yang dibutuhkan oleh stakeholders dicapai hanya melalui kurikulum yang memenuhi dinamika perkembangan tekonologi dan seni. Artinya dalam menetapkan kurikulum yang memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan , tidak dilakukan oleh pihak program studi sendiri secara internal, namun harus dilakukan melalui proses penetapan yang melibatkan stakeholders.
Langkah awal yang acapkali dilakukan adalah sebuah kegiatan yang amat sederhana dengan mengundang berbagai komponen stakeholders untuk memberikan masukkan. Lebih lanjut juga dapat dilakukan dengan model pelacakkan [studi sinyal pasar] kompetensi yang dibutuhkan. Untuk membantu memastikan bahwa proses pelacakan kebutuhan stakeholders telah memenuhi kebutuhan minimal, perlu diperiksa diantaranya adalah :

  1. Apakah sudah dikumpulkan berbagai kompetensi yang dibutuhkan stakeholders;
  2. Apakah unsur-unsur stakeholders yang minimal [pemakai/user, masyarakat, pemerintah, asosiasi profesi, dll] sudah diikut sertakan ?
  3. Bagaimana tingkat kepuasan stakeholders dalam menggunakan lulusan?

KONSEP PENJAMINAN MUTU:

Sekolah sebagai institusi pendidikan dinyatakan bermutu atau kerkualitas, jika :
Sekolah tersebut mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya [amanat KTSP

  • Aspek deduktif

Sekolah sebagai institusi tersebut mampu memenuhi kebutuhan stakeholders

  • Aspek induktif :
  1. kebutuhan masyarakat [societal needs]
  2. kebutuhan dunia kerja [industrial needs]
  3. kebutuhan professional [professional needs]

EVALUASI MELALUI BENCHMARKING

Dalam melakukan evaluasi kurikulum dapat pula dilakukan melalui benchmarking, dengan bencmarking ini akan kita kita lakukan pembandingan efektivitas, efesiensi, kualiatas atau produktivitas sebuah kurikulum. Dalam melaksanakan bencmarking sedikitnya ada dua manfaat yang kita raih, diantarannya adalah :

  1. Benchmarking ditujukan langsung pada peningkatan efesiensi, efektivitas, kualitas dan produktivitas.
  2. Mengarah pada suatu reorientasi budaya menuju pembelajaran [learning], perbaikan yang selanjutnya mengarah ke suatu proses pengembangan keunggulan.
    Dalam mencapai keunggulan ini pada hakikatnya sangat tergantung pada tingkat keluasan pandangan kita, makin luas cakrawala pandang, semakin unggul dalam penyampaian.
    Secara analisis bencmarking dapat dibedakan menjadi tiga kategori:
  • Benchmarking intern [internal benchmarking] berhubungan dengan perbandingan yang dibuat dalam organisasi yang sama/se level, antar program studi dalam ligkup perguruan tinggi.
  • Benchmarking ekstern [external benchmarking] membuat perbandingan dengan kegiatan yang sama dengan perguruan tinggi yang lain.
  • Benchmarking fungsional [funcional benchmarking] adalah kategori yang ketiga dan yang mungkin paling menarik. Pembanding dibuat antara fungsi dengan proses yang berlainan. Ide dasarnya adalah mencari keunggulan di manapun dijumpai

Di antara ketiga kategori tersebut yang dipilih sangat tergantung pada situasi dan dimana Benchmark terbaik dijumpai. Berikut tabel yang menunjukkan jika kita melakukan benchmark.

KONSEP BECNHMARKING

  • Tidak berangkat dari pikiran yang kosong, kita harus memiliki, konsep atau produk terlebih dahulu
  • Tujuan utama mencapai keunggulanCari Benchmark yang MENDUNIA
  • Kegiatan kehendak proaktif

[Ingin tahu lebih detail] Klik EVALUASI KURIKULUM

Monday, March 31, 2008

QUANTUM LEARNING-QUANTUM TEACHING



QUANTUM LEARNING-QUANTUM TEACHING
Oleh: djoko adi walujo.
[Sebagian besar tulisan ini meresensi dari buku Quantum Teaching’ buah karya tiga pendekar pembelajar Bobbi DePorter-Mark Reardon, & Sarah Singer Nourie
]


PENGANTAR
Sekolah masa depan adalah sekolah yang ditandai dengan pola pembelajaran yang menyenangkan, karena terdapat sebuah adigium yang menyatakan, “belajar akan efektif, kalau anda dalam keadaan fun”. Revolusi cara belajar mengubah segalannya, ketika citarasa yang menyenangkan menjadi atmosfir pembelajaran. “Warung Jamu”, adalah sebuah kaidah yang merupakan kepanjangan dari WAktu-RUaNG-JumlAh dan MUtu. Makna Warung Jamu adalah dimennsi ukur yang harus diperhatikan, ketika seorang Guru melakukan pembelajaran.

  • Kapan [waktu], kita melalukan pembelajaran
  • Pada rentangan bagaimana atau pada kondisi yang bagaimana [ruang], kita melakukan pembelajaran
  • Kuantitas audience [jumlah]
  • Kuliatas yang diharapkan [mutu]

Sejalan dengan kaidah tersebut, kita diingatkan pula dengan kaidah “ABCD” –[Audience, Behavior, Condition and Degree]. Kaidah inilah, bagaikan bintang pengarah para guru untuk memilih metode pembelajaran yang EER[ Efektif, Efisien dan Rasional].
Saat ini terjadi revolusi pembelajaran, yang mengenarasi banyak metode pembelajaran, namun kita dicermati adalah berubahnya paradigma pem,belajaran. Dari Guru sebagai pusat pembelajaran, atau semuanya sangat ditentutkan dari atas “driver company”, menuju pembelajaran yang memberikan ruang gerak secara utuh dan menyeluruh pada siswanya “driver customer”. Paradigma inilah yang menuntut setiap Guru untuk cermat dalam memilih metode pembelajaran.
Seorang-orang bernama Dr. Georgi Lozanov, yang kenal sebagai bapak pembelajaran dipercepat [accerated learning], pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology ternyata mengilhami Bobi DePorter untuk mengembangkan metode pembelajaran, yang mengubah cahaya menjadi energi. Pembelajaran inilah yang disebut dengan “QUANTUM TEACHING”.

LAHIRNYA QUANTUM TEACHING

Perkembangan selanjutnya, Bobbi de Porter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov ini, bersama Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistic
Buah pikir ini sukses diterapkan ketika di aplikasikan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dan setelah dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, dengan melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80 persen, nilai belajar 73 persen, dan memperbesar keyakinan diri 81 persen.
Wahana pendidikan yang dikreasi de Porter itu, menjadi pusat percontohan tempat metode Quantum dipraktikkan. Remaja, karyawan, eksekutif perusahaan, menjadi murid di sekolah ini. Tujuannya satu: menjadi manusia baru. Pada akhirnya Quantum Learning itu kembali disempurnakan menjadi Quantum Teaching. Itulah sebabnya Jack Canfielf, penulis buku Chicken Soup of the Soul mengatakan, metode ini akan mengobarkan kembali api yang ada di dalam diri Anda
Quantum Teaching bahkan menggugat cara mengajar yang selama ini dilakukan secara ‘turun temurun’.

BERMACAM-MACAM MAKNA QUANTUM TEACHING

Hakikat Quantum Teaching adalah model pembelajaran yang menerapkan Quantum Learning. Acapkali dikatakan bahwa Quantum Leraning dimutakhirkan menjadi Quantum Teaching. Membicarakan Quantum Teaching sama dan sembanguin membicarakan Quantum Learning]
Quantum Learning, katanya, dapat pula didefinisi sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Dia mengatakan, rumus yang terkenal dalam fisika adalah massa kali kecepatam cahaya kuadrad siswa dan guru. ''Quantum Learning adalah gabungan yang sangat seimbang antara bekerja dan bermain, antara rangsangan internal dan eksternal,''.
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif.
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”

PERSAMAAN QUANTUM TEACHING

Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas
Persamaan Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu:
E = mc2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.
Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai metode.
Apalagi dalam Quantum Teaching ada istilah ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajara dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar

PRINSIP QUANTUM TEACHING

Selain itu, ada beberapa prinsip Quantum Teaching, yaitu:

  1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
  2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
  3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
  4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
  5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.

Lebih jauh, dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya. Sebab, Quantum Teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan minat siswa untuk terus belajar dengan semangat. Apalagi Quantum Teaching juga sangat menekankan pada pentingnya bahasa tubuh. Seperti tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan siswa dan lain-lain. Citarasa menyenagkan seperti humor dilakukan dengan maksud agar KBM tidak membosankan

KERANGKA RANCANGAN BELAJAR QUANTUM TEACHING

Kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR

  1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat, motivasi, empati, simpati, dan haraga diri dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU “ (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan siswa
  2. ALAMI. Ciptakan atau hadirkan pengalaman umum yang dapat dimengerti, dan dipahami semua pelajar
  3. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”
  4. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”, dan ingat setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan.
  5. ULANGI. Tunjukkan siswar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”. Sekaligus berikan simpulan
  6. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan

7 KUNCI KEUNGGULAN QUANTUM TEACHING

  1. Integritas: Bersikaplah jujur, tulus, dan menyeluruh. Selaraskan nilai-nilai dengan perilaku Anda
  2. Kegagalan awal kesuksesan: Pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang Anda butuhkan untuk sukses
  3. Bicaralah dengan niatan baik: Berbicaralah dengan pengertian positif, dan bertanggung jawablah untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus. Hindari gosip.
  4. Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi dan lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
  5. Tanggung jawab: Bertanggungjawablah atas tindakan Anda.
  6. Sikap Fleksibel: Bersikaplah terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu Anda memperoleh hasil yang diinginkan.
  7. Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa Anda. Sisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini.

13 SUKSES KOMUNIKASI ALA QUANTUM TEACHING


  1. Antusias : menampilkan semangat untuk hidup, angkat optisme
  2. Berwibawa : menggerakkan orang, kuci keteladan
  3. Optimis : melihat peluang dalam saat ini dan yang akan datang
  4. Look Friendly, Sound Friendly and Feel Friendly: mudah menjalin hubungan dengan beragam peserta didik
  5. Citarasa humor : selalu dalam suasana segar
  6. Sarwa cara : menemukan lebih dari satu untuk mencapai hasil
  7. Menerima : mencari di balik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti
  8. Mampu komunikasi : berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur
  9. Ikhlas : memiliki niat dan motivasi positif
  10. Spontan : dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
  11. Menarik dan tertarik : mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup peserta didik dan peduli akan diri peserta didik
  12. Menganggap peserta didik “mampu” : percaya akan keberhasilan peserta didik
  13. Memicu dan memacu harapan tinggi: membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu dan memicu setiap peserta didik untuk berusaha sebaik mungkin
QUANTUM TEACHING = ORKESTRASI INTERAKSI DI DOMAIN BELAJAR

Quantum Teaching adalah orkestra dari warna-warni interaksi yang ada di dalam dan disekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi dirinya dan orang sekitarnya.
Orkestra merupakan kolaborasi berbagai interaksi belajar yang terdiri dari konteks maupun kontens. Konteksnya meliputi (1) suasana pembelajaran, (2) landasan/kerangka kerja (3) lingkungan pembelajaran (4) perancangan pembelajaran yang dinamis. Sedangkan kontensnya meliputi (1) presentasi/cara penyampaian materi (2) pemberdayaan fasilitas (3) ketrampilan hidup dan

RUJUKAN:


  • De Porter, Bobbi dkk. 1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
  • --------. 1999. Quantum Bussines. Bandung: Kaifa.
  • ---------. 2001. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
  • Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette. Revolusi Cara Belajar (bagian I dan II). Bandung: Kaifa.
  • Rasyid Ridho Cerahkan Dunia Pendidikan Dengan Metode Quantum Teaching http://kihariyadi.jogja.bloghi.com/2005/05/25/
  • Dian Nurchusniah Quantum Teaching Sebagai Introspeksi Guru Terhadap Murid http://www.koranpendidikan.com/artikel-163

TAHU POO [bahan TAyangan kHUsus dalam bentuk POwer pOint]

  1. QUANTUM TEACHING klik Quantum
  2. QUANTUM LEARNING klik Learning