MEMBANGUN
KESADARAN QUALITY ASSURANCE
PROGRAM
STUDI TATABUSANA DAN TATABOGA
Oleh
: Djoko Adi Walujo
Disampaikan
pada workshop “Peningkatan Mutu Prodi Tataboga & Tatabusana”
Dinas
Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur
PENGANTAR
Hampir dapat dipastikan bahwa semua
institusi pendidikan memiliki ekpektasi agar lulusannya memiliki kemampuan
aplikatif, dan siap pakai (running well). Realitasnya hampir semua institusi
pendidikan memiliki kesenjangan antara rencana dengan actualnya. Memperpendek kesenjangan
adalah sebuah siasat yang acapkali digunakan. Formula ini nampaknya akan
memiliki nilai yang strategis apabila diikuti pencermatan dengan melibatkan
semua variabel yang berpengaruh terhadap tujuan ini. Sebuah variabel yang sulit
diantisipasi adalah dinamika perkembangan teknologi yang begitu cepat dengan
berbagai dimensinya.
Mutu sebuah
program studi sangat tergantung pada kemampuannya untuk membangun kesadaran
mutu melalui kesadaran akan jaminan mutu [quality assurance]
Teristimewa
untuk ruang lingkup terbatas, yakni program studi tataboga dan tatabusana,
ditinjau dari materi pembelejaran (subyect matter) program ini telah jelas dan
rinci kopetensinya, sehingga sangat mudah untuk melakukannya.
Proyeksi yang akan datang aktivitas
Penyelenggaraan pendidikan seperti penyelenggaran pendidikan tinggi, dalam
praktiknya harus memberikan jaminan mutu [assurance] yang pertama pada
usernya/anak didik dalam hal ini sebagai konsumen [customer]. Apalagi setelah
diberlakukannya Undang-undang perlindungan konsumen UU No.8 Tahun 1999, maka
hak-hak konsumen menjadi rinci dan penuh jaminan mutu. Kenyataan ini harus
dijadikan tonggak perbaikan kinerja perguruan tinggi .
PARADIGMA YANG MEMBELENGGU :
Sebuah fenomena
yang memprihatinkan pada dunia pendidikan saat ini, adalah masih banyaknya
lembaga perguruan tinggi terbelenggu oleh paradigma usang yang menyatakan bahwa
dirinya dibutuhkan oleh masyarakat [driver company/driver university].
Paradigma ini paling dominan memberikan kontribusi negatif dalam layanan, oleh
karenanya harus dirubah dari driver university menjadi driver
market, dengan demikian akan terwujud
sebuah perguruan tinggi yang memiliki resonansi kepekaan terhadap
kebutuhan masyarakat, apalagi bila dalam melangkah diawali dengan melakukan
analisa kebutuhan [need assesment].
Guna memberikan
bingkai yang kokoh terhadap keinginan tersebut, maka diperlukan adanya strategi
khusus untuk mengungkap kelemahan-kelemahan utamanya dengan melibatkan segenap
komponen stake holder. Mulai dari mahasiswa, hingga pada user dalam hal ini
dunia industri.
TANTANGAN KUALITAS DI ERA GLOBAL
O
|
tonomi perguruan
tinggi yang diderivasi menjadi otonomi program studi, merupakan energi yang
luar biasa untuk memacu perguruan tinggi membangun kualiatasnya, karena dengan
otonomi makin leluasa dalam menentukan tujuan-tujuan dan program-program sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Otonomi pada hakikatnya adalah terbukanya pintu
kebebasan dalam penyelenggaraan di bawah frame role of counduct [tata krama]
yang dipenuhi dengan triple greater sepeerti visual berikut.
Greater autonomi
bagi perguruan tinggi menuntut konsekuensi rigit berupa grater quality
Assurance,
greater responsibility serta accountability.
Greater
responsibility diartikan : sebuah kewajiban
perguruan tinggi untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan Tri Darma Perguruan
Tinggi kepada stake holder [pemakai jasa/ konsumen, dunia profesi/dunia usaha
pemanfaat lulusan].
Greater Quality Assurance: berarti jaminan terhadap kualitas proses maupun
qualitas produk, pencapaiannya melalui evaluasi internal maupun eksternal.
Greater
Accountability : dimaknai sebagai tanggungjawab,
serta tanggung gugat dan tanggung urai. Akuntabilitas pada hakikatnya adalah
tuntutan global yang mengharuskan sebuah institusi tidak hanya bertanggung
jawab kepada pemerintah, namun juga
bertanggung jawab kepada stake holder.
KARAKTER KUALITAS PROGRAM STUDI
Menurut Garvin
[dalam lovelock 1994; Peppard dan
Roweland 1995] terdapat beberapa macam perspektif kualitas yang berkembang
adapun dimensi yang terkait antara lain :
Kemampuan
untuk dipercaya [Dependability]:
Dependability menggambarkan akuntabilitas
secara makro baik dari penyediaan infra struktur [fasilitas] hingga kemampuan
membangun relasi- network antara program studi dengan stake holder, dalam hal
ini dunia usaha/industri
Ketepatan
dengan spesifikasi [Conformance to spesification]:
Apakah sebuah
karya memenuhi criteria on- time; on delivery; on spesification
serta memiliki kemampuan mengeliminasi kesalahan, zero defect; zero
complaint dan Zero waste.
Daya Tahan [durability]
Perguruan tinggi
sering mendapat keluhan dari dunia industri, ternyata lulusannya tidak mampu
aplikasi di lapangan, karena kurikulumnya tertinggal. Kurikulum yang digunakan
tidak memiliki nilai prediktif, sehingga ketinggalan jaman dan tidak memiliki
daya adaptasi.
NEED ASSESMENT KURIKULUM MERUPAKAN
ENERGI MENUJU MUTU
Keunggulan daya
pembeda [comparative advantage] merupakan solusi terbaik dalam meneggakan mutu,
utamanya dikaitkan dengan kurikulum program studi. Agar sebuah kurikulum memiliki daya pembeda
pembeda maka diperlukan need assessment.
Mengapa Need Asssessment ?, Need
Assessment dilakukan untuk memperkecil gap antara :
Printed curs [kurikulum tertulis] >< Real Curs [kurikulum
nyata
Harapan User >< Harapan peserta didik
Kebutuhan pasar >< Institusi pendidikan
Dari realitas inilah maka Tovey
berpendapat bahwa need assessment pada dasarnya adalah a process of
comparing the actual performance of individuals with the standard of performance
at which they are expected to operate. Berdasar pemikiran itu maka need assessment
dapat difungsikan :
q Collect information on the skills, knowledge and feelings of the
performers;
q Collect information on the job content and context;
q Defined the desired and actual performance in useful detail;
q Involve stakeholders and build support;
q Provide data for planning
Kita pahami bersama bahwa kurikulum
adalah gambaran nyata sebuah institusi untuk mengarahkan potensinya guna
menciptakan produk/jasa yang berkualitas.
Berikut “kotak peringatan” yang menggambarkan akibat bila kita melupakan
suatu keharusan.
NO.
|
KEHARUSAN YANG
TERLUPAKAN
|
AKIBAT
|
1.
|
Tanpa menetapkan VISI
|
Perish
|
2.
|
Tanpa menetapkan MISI
|
Confusion
|
3.
|
Tanpa ACTION PLAN:
[PROGRAME-CURRICULUM-NEED ASSESSENT]
|
False Start
|
4.
|
Tanpa membangun SKILL
|
Anxiety
|
5.
|
Tanpa membuat RULE
|
Conflict
|
6.
|
Tanpa INCENTIVE
|
Slow Change
|
7.
|
Tanpa RESOURCE
|
Frustrations
|
Jika kita merancang kurikulum tanpa need
assessment maka kita selalu “salah langkah” akibat terparahnya seperti berikut
:
1.
Sering terjadi ketidaksesuaian
dengan rencana implementasi strategis yang berkembang di masyarakat
2.
Sedikit pemikiran yang
disumbangkan tentang bagaimana skills dan knowledge diperbaiki
sehingga tidak mampu diaplikasikan
3.
Curse content sering tidak
sesuai dengan kebutuhan peserta didik
4.
Terdapat kecenderungan bahwa
kurikulum tidak memberikan peluang dalam bentuk pemberdayaan [empowerment],
pada penggunaan metode pembelajaran
5.
Dampak kurikulum tidak dapat
diukur dengan cara yang sistematis
RUJUKKAN YANG DIGUNAKAN
Bonnie H. Keller
[1988]. Need Assessment : Hoiw to Get The Job Done
Daulat Purnama Tampubolon [2001]. Perguruan Tinggi
Bermutu , Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Abad 21,
Penerbit PT Gramedia Jakarta
Djoko Soemadijo[2002]. Makalah:Kemandirian Dan
Akuntabilitas Perguruan Tinggi serta kaitanya dengan otonomi daerah”
Fandi Tjiptono[1996]. Manajemen Jasa, Penerbit Andi
Ofset Yoyakarta
----------------- [1997].Prinsip Total Quality
Service, Penerbit Andi Ofset Yoyakarta
Kasim Azhar[1995]. Teori Pembuatan Keputusan :
Lembaga Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Mulyasa.E.[2003]. rikulum Berbasis Kopetensi PT
Remaja Rosida Karya, Jakarta
Rosyada Dede [2004]. Paradigma Pendidikan
Demokratis: Prenada Media, Jakarta
Suderadjat Heri [2004]. Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi: CV. Cipta Cekas Grafika Bandung
Tovey, M.D.[1997]. Training In
Australia: Design, Delivery, Evaluation, & Management, Sydney, Prentice
Hall.
No comments:
Post a Comment