Google

Friday, August 3, 2012

GURU BAGAI ADAPTOR


Mengubah arus bolak-balik (alternating current) menjadi searah (direct current). Adaptor. Yah, begitulah orang-orang biasa menyebutnya. Mungkin nama adaptor ini terdengar asing di telinga orang-orang yang berjibaku dalam dunia pendidikan. Namun, jika Anda bertanya pada salah seorang insan elektronika, tak perlu diragukan lagi tanpa berpikir pun mulut mereka akan dengan begitu lancarnya menjelaskan apa itu adaptor. Tentu saja, itu termasuk salah satu santapan mereka sehari-hari.
Seperti yang sudah saya tuliskan di atas, adaptor adalah sebuah rangkaian pengubah arus – arus listrik tentunya – dari arus bolak-balik menjadi arus searah. Nah, sekarang timbul satu pertanyaan, mengapa arus listrik harus disearahkan? Jawabnya adalah, karena setiap perangkat elektronik misal televisi, DVD player, radio dan lain sebagainya hanya mau menerima arus searah saja. Jika tidak saya pastikan perangkat elektronik Anda akan mengalami disfungsi yang cukup berarti.
Lalu, untuk apa saya berbicara panjang lebar soal adaptor? Karena, saya adalah pribadi yang menginginkan seseorang atau mungkin semua orang laiknya adaptor. Dan salah satu orang yang paling saya inginkan untuk mengadopsi tugas dari adaptor adalah guru. Mengapa harus guru? Disamping seseorang itu mendapat pendidikan atau semacamnya dari orang tua, saya pikir waktu terbanyak kedua yang dihabiskan oleh sang anak adalah di sekolah, dan itu artinya guru adalah orang tersering kedua yang berjumpa dengan sang anak.
Sebagai catatan, sejatinya tugas seorang guru adalah memberikan dan membagi ilmu pengetahuan. Jujur saja, saya benci terhadap guru yang monoton. Sudah bisa ditebak, guru yang seperti itu hanya akan menyusahkan muridnya saja dan murid itu tak akan pernah menjadi lebih baik berkat kesusahan yang mereka berikan. Masuk kelas, memberi tugas, kumpulkan di ketua kelas, dan guru langsung amblas. Atau mungkin versi yang ini, jarang masuk, sekali masuk langsung memberi  tugas, kalau murid salah guru langsung marah. Saya hanya berdoa semoga gaji mereka halal-halal saja.
Bagi saya, tugas terpenting guru adalah mendidik tunas-tunas bangsa menjadi manusia yang cerdas, berkualitas, dan bermoral. Ibarat adaptor, guru itu juga harus mendidik, memberi contoh yang baik, menuntun anak didik agar tetap berada di atas track yang benar, menyalahkan lalu membenarkan sikap anak didik yang tidak benar. Intinya, mengubah perilaku anak didik yang amburadul (bolak-balik) menjadi benar (searah). Tanpa dididik, seorang anak hanya akan menjadi pribadi yang cerdas intelektual saja, kecerdasan moralnya minim.
Kalau bicara soal dua versi guru di atas, jangankan mendidik, untuk sekadar memberikan pelajaran dan membagi ilmu pengetahuan saja tidak. Dan, guru tersebut patut dipertanyakan kredibilitas intelektualnya.
Bayangkan saja jika semua guru khususnya guru di Indonesia itu adalah guru adaptor. Tidak hanya mencerdaskan tapi juga menata moral, mendidik agar generasi Indonesia tumbuh menjadi generasi yang mampu bersaing di kancah internasional namun tetap memegang teguh nilai-nilai yang sudah berakar di Indonesia, menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, dan bisa memberi pengaruh, bukannya malah terpengaruh. Jika seorang guru bisa mencetak murid yang seperti itu, keyakinan akan “Indonesia Negara Maju” akan sangat kuat tertanam dalam benak kita semua.
Jika Al-Fatihah adalah ibunya Alquran, maka guru adalah ibunya profesi. Dalam artian, takkan pernah ada profesi lain di dunia ini tanpa hadirnya seorang guru. Catat itu.
Written by : Evi Nurhayati / 118000100
Hai, saya Evi Nurhayati, terlahir di Mud City alias Sidoarjo tepat tanggal 19 February 1993. Sedari kecil saya mengidam-idamkan seorang guru itu harus seperti yang saya tuliskan di bawah ini. Untuk membunuh rasa penasaran, alangkah baiknya untuk segera membaca sedikit goresan tinta saya berikut ini.

No comments: